TEMPO.CO, Jakarta- Sebuah penelitian yang diterbitkan minggu ini menggambarkan kasus seorang wanita di Cina yang menyebarkan virus corona COVID-19 kepada lima orang tanpa menunjukkan gejala apa pun. Hingga saat ini, sebagian besar kasus telah terjadi di Cina, virus tersebut telah menyebar ke 29 negara di dunia.
Beberapa hari setelah COVID-19 dikonfirmasi, ilmuwan menunjukkan virus corona baru itu dapat ditularkan antar-manusia, yang sebelumnya dikabarkan hanya menular melalui hewan.
Penelitian baru yang diterbitkan dalam JAMA merupakan yang pertama menggambarkan pembawa asimptomatik yang menularkan virus kepada orang lain, mendukung penelitian sebelumnya.
Makalah ini menguraikan pengalaman lima individu dengan gejala pernapasan dan demam yang dirawat di Rumah Sakit Anyang, di Cina, dan satu anggota keluarga tanpa gejala.
Individu tanpa gejala adalah seorang wanita berusia 20 tahun yang tinggal di Wuhan. Dia melakukan perjalanan untuk melihat keluarga di Anyang, lebih dari 400 mil (645 kilometer) jauhnya, demikian dikutip laman Medical News Today, baru-baru ini.
Setelah beberapa hari, lima kerabatnya mengalami gejala infeksi virus corona, dia diisolasi dan ditempatkan di bawah pengamatan. Wanita itu tidak mengalami gejala pernapasan atau gastrointestinal dan tidak ada demam, batuk, atau sakit tenggorokan. Bahkan computed tomography (CT) scan tidak menunjukkan kelainan.
Setelah tes lebih lanjut, dokter menemukan bahwa kadar protein C-reaktifnya normal, artinya tidak ada peradangan. Jumlah limfosit wanita itu juga normal, menunjukkan bahwa tidak ada respons imun.
Namun, tes reaksi berantai transkriptase polimerase terbalik yang real-time mengkonfirmasi bahwa dia telah terinfeksi virus corona. Para peneliti yakin studi kasus ini menggambarkan pembawa asimptomatik yang menularkan infeksi kepada orang lain, tapi karena ini adalah laporan pertama, orang harus berhati-hati ketika mengambil kesimpulan.
Secara keseluruhan, penulis prihatin dengan kemungkinan ini, dan menulis: "Jika temuan dalam laporan dugaan penularan oleh pembawa asimptomatik direplikasi, pencegahan infeksi COVID-19 akan terbukti sulit."
Sementara, penelitian diterbitkan dalam The New England Journal of Medicine pada 30 Januari menggambarkan kasus serupa. Laporkan menyebutkan, seorang wanita dari Shanghai, yang tidak mengalami gejala, telah menularkan infeksi kepada seorang pria Jerman.
Para penulis menerangkan, "fakta bahwa orang tanpa gejala adalah sumber potensial infeksi (virus corona) dapat menjamin penilaian ulang dinamika transmisi wabah saat ini."
Namun, ternyata wanita itu mengalami gejala ringan, termasuk nyeri otot dan kelelahan. Para penulis belum berhasil berbicara langsung dengan wanita itu sebelum materi dirilis. Informasi tentang wabah ini sedang dipublikasikan cepat; selama epidemi, semua orang fokus untuk mendapatkan data ke domain publik.
Dalam sebuah wawancara dengan Science, Prof. Marc Lipsitch, ahli epidemiologi di Harvard TH Chan School of Public Health, di Boston, menjelaskan bagaimana situasi ini dapat mengubah cara dan bagaimana bukti ilmiah dikompilasi dan dirilis.
"Saya pikir peer review lebih ringan di tengah epidemi daripada pada kecepatan normal, dan juga kualitas data yang masuk ke surat kabar tentu lebih tidak pasti," kata Lipsitch.
Secara keseluruhan, studi kasus saat ini menarik, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan. Perlu juga dicatat bahwa pembawa asimptomatik tidak bersin dan batuk, yang merupakan beberapa cara utama penyebaran virus. Karena hal ini, tidak jelas seberapa besar peran orang-orang ini dalam transmisi COVID-19.
MEDICAL NEWS TODAY | JAMA | THE NEW ENGLAND JOURNAL OF MEDICINE